KRI Sultan Thaha Syaefuddin-376 Latihan Passage Exercise (Passex) Bersama Kapal Perang Jepang

Pada 7 Mei, telah diberitakan latihan Passex dengan durasi 3 jam dengan lancar dan aman. Latihan Passex ini diikuti oleh dua kapal, yaitu Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Sultan Thaha Syaefuddin dengan Komandan Letkol Laut (P) Ario Sasongko, S.E., M.P.M., dengan kapal perang Jepang Japan Maritime Self Defense Forces (JMSDF), JDS Sazanami (DD-113), dan JDS Samidare (DD-106), di perairan Laut Jawa.


Latihan Passex bersama kapal perang Jepang dilakukan saat KRI Sultan Thaha Syaefuddin-376 berangkat dalam rangka melakukan Operasi Rakata Jaya. Pelaksanaan Passex dilakukan materi latihan: Comms Check, Flaghoist, Photo Exercise (Photex), Tactical Manouvering (Manuvra taktis), SAU Procedure (Prosedur pencarian dan penghancuran kontak kapal selam), Semaphore, dan Sailing Pass.

Kedua kapal perang Jepang yang melakukan Passex itu adalah kapal perang jenis Destroyer Guided Missile (Perusak Kawal Rudal) yang dikomandani Commander Yasuhiro Hayashi dan Commander Takashi Saito. Kapal perang adalah merupakan salah satu unsur CTF-151 yang telah selesai penugasannya dalam Gugus Tugas Angkatan Laut Internasional, sebagai respons atas berbagai tindakan pembajakan atas pelayaran kapal-kapal di sepanjang garis pantai Somalia dan sekitar perairan Teluk Aden.[TNI]

Lima Kapal Perang Indonesia Dikerahkan untuk Mencari MH370

Pada 9 Maret 2014, lima kapal perang Indonesia ditambah satu helikopter telah dikerahkan untuk membantu mencari pesawat terbang Malaysia Airlines bernomor penerbangan MH370. Hal ini disampaikan oleh Laksamana TNI Marsetio selaku Kasaf TNI AL di Jakarta. "Tadi saya berkomunikasi dengan Panglima Tentera Laut Diraja Malaysia, Laksamana Tan Sri Abdul Aziz. Intinya, mereka meminta kami membantu mencari pesawat terbang Malaysia Airlines yang dinyatakan hilang kontak itu," kata Marsetio, yang dikutip Antara.

Lima Kapal Perang Indonesia Dikerahkan untuk Mencari MH370

Lima kapal perang yang ditugaskan tersebut tergabung dalam Komando Armada Indonesia Kawasan Barat Indonesia TNI AL. Dan wilayah operasi pencariannya ada di wilayah perairan Indonesia di Selat Malaka. "Kami kerahkan kekuatan militer yang kita miliki agar misi pencarian ini segera menunjukkan hasil. Kami senantiasa berkoordinasi dan saling membagi informasi dengan rekan-rekan internasional kami dalam misi pencarian ini," kata Marsetio.

Informasi menyebutkan, radar Tentera Udara Diraja Malaysia dikabarkan "menangkap" pantulan gelombang radar satu wahana udara di sekitar ruang udara Penang, Semenanjung Malaka. MH370 lepas landas dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur menuju Beijing pada pukul 00.41 waktu setempat, Sabtu (8/3). Seharusnya, dia mendarat di Beijing pada 06.40 waktu setempat pada hari sama dalam penerbangan tanpa henti itu.

Akan tetapi, radar Pengendali Ruang Udara Subang, Malaysia, kehilangan kontak - baik di layar monitor radar ataupun suara - dengan MH370 pada pukul 02.41 waktu setempat. Di dalam MH370 yang memakai Boeing B-777-200ER itu terdapat tujuh warganegara Indonesia; semula dikabarkan ada 12.

Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses

Pada 6 Maret 2014, telah berhasil dilakukan uji coba penembakan Rhan - roket Indonesia 122 mm buatan LAPAN melalui kendaraan militer buatan anak-anak Indonesia. Uji coba ini dilangsungkan di Garut, Jawa Barat.

Balitbang Kemhan sukses melakukan uji coba kendaraan buatan PT Pindad dan konsorsium lainnya, termasuk PT AIU dalam mendesain kendaraan militer ini demi mengusung Multi Launcher Rocket System (MLRS), Rhan berdiameter 122 mm. Bisa juga disebut roket LAPAN.

Kendaraan militer ini belum begitu menggaung namanya. Kecuali diberitakan jika mesinnya memakai Mercedes dan kemungkinan kedepan menggunakan mesin Jepang (tergantung pilihan pengguna). Apapun mesin maupun namanya, kita nantikan peresmiannya oleh Kemhan kedepan.

Ini adalah kemajuan anak bangsa dalam proses mencapai kemandirian demi tercapainya kebutuhan alutsista Indonesia.

Berikut Foto-foto penampakan Kendaraan berserta Ujicobanya diposkan Supermarine dari website PT AIU.

Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses
Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses
Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses
Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses
Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses
Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses
Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses
Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses
Uji Coba Kendaraan dan Roket LAPAN di Garut Sukses

Pengadaan Alutsista TNI Gagal, Komisi I DPR RI Sesalkan Kegagalan Pemerintah

Pada 25 Februari 2014, Komisi I DPR RI sesalkan kegagalan pemerintah dalam melakukan amanah rencana strategis dari Kemenhan untuk pengadaan alutsista yang memang dibutuhkan militer Indonesia. Tubagus Hasanuddin selaku Wakil Ketua Komisi I DPR menyatakan bahwa rencana strategis Kemenhan sudah dikepreskan dan penambahan dana sebesar Rp 50 triliun untuk periode 2009-2014. Tapi hingga kini belum bisa terbeli anggaran itu belum turun seluruhnya. "Pemerintah hanya mampu mengadakan alutsista TNI sebesar Rp 23 triliun," ungkap Hasanuddin.

Pengadaan Alutsista TNI Gagal, Komisi I DPR RI Sesalkan Kegagalan Pemerintah

Sisanya sebesar Rp 27 triliun belum bisa dibayarkan lantaran alasan situasi keuangan negara sedang tidak menguntungkan. "Negara tak punya duit. Risikonya target minimum essential force tak tercapai," ungkapnya.

Dalam kacamata Hasanuddin, sebenarnya hal seperti ini memerlukan political will dari presiden, supaya masalah tersebut tidak diwariskan kepada pemerintah selanjutnya. Yang paling disesalkan, lanjutnya, adalah dari Rp 23 triliun yang sudah diprogramkan, pemerintah belum membayar Rp 1,1 triliun untuk cicilan yang jatuh tempo April 2014. Padahal kontrak sudah diteken dan proses pengadaan bertahap sudah dijalankan.

Dengan pembayaran sebagian besar sudah masuk, ada potensi kerugian besar bila kontrak tak dipenuhi. Komisi I DPR sendiri sudah mendesak agar dicarikan dana itu, namun Kemenkeu sudah menyatakan sikap "lempar handuk". "Saya melihat ada mismanajemen, bagaimana kebijakan kepala negara tak bisa diteruskan oleh menteri," pungkasnya.

Sumber:
BeritaSatu

Militer Indonesia Menerima Medali Kehormatan "Prins Hendrik" dari Militer Belanda

Pada 27 Februari 2014, pemerintah Belanda memberikan medali kehormatan, "Prins Hendrik", kepada TNI AL sebagai bentuk apresiasi kerja sama dan persahabatan yang sudah dijalin selama ini. Pemberian medali kehormatan ini dilakukan dalam upacara militer di KRI Ahmad Yani-351 yang sedang melabuh di Dermaga Koarmatim, Ujung, Surabaya, oleh Matthieu JM Borsboom selaku Commander of The Royal Netherlands Navy (RNN) kepada Laksamana TNI Marsetio Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal). Upacara militer ini dihadiri juga oleh Dubes Belanda untuk Indonesia HE Mr Tjeer de Zwaan dan stafnya, Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, dan para pejabat TNI AL.

Militer Indonesia Menerima Medali Kehormatan "Prins Hendrik" dari Militer Belanda

Dalam pidatonya Matthieu JM Borsboom mengatakan jika medali kehormatan Prins Hendrik diperuntukkan bagi institusi atau perorangan yang memberikan sumbangsih positif kepada RNN (AL Belanda). "TNI AL adalah institusi kedua, yang mendapatkan penganugerahan medali kehormatan Prins Hendrik ini," demikian diakuinya. Sebelumnya, Matthieu Borsboom sudah melakukan kunjungan kehormatan kepada Panglima TNI Jenderal Moeldoko, KSAL Laksamana TNI Marsetio, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, serta Pangkotama TNI AL. Kunjungan pimpinan AL Belanda tersebut untuk bersilaturahmi sekaligus memperkuat hubungan kedua negara, khususnya RNN dengan TNI AL.

KSAL Laksamana Marsetio menyambut baik kunjungan tersebut dan memberikan apresiasi terhadap segala perhatian AL Belanda yang diaktualisasikan dalam bentuk penganugerahan medali kehormatan Prins Hendrik. "Ke depan, kami berharap hubungan kerja sama TNI AL dengan RNN dapat terus berjalan dengan baik dan konstrukstif, bahkan lebih ditingkatkan," katanya. Selama ini, lanjut KSAL, kerja sama AL kedua negara telah menunjukan tren ke arah yang semakin positif dengan meningkatnya kunjungan pejabat AL kedua negara. Selain itu, juga kerja sama di bidang pendidikan, pemberian asistensi dan akses perolehan informasi terkait penulisan buku sejarah perjuangan TNI AL, serta pengadaan alutsista TNI AL dari Belanda, antara lain kapal perang jenis Perusak Kawal Rudal korvet SIGMA Class.

Sumber:
Republika

[Kisah Nyata] Serangan Udara Jepang yang Mengawali Taktik "Kamikaze"

Menurut istilahnya, "Kamikaze" berasal dari nama angin topan yang disebut-sebut dalam cerita legenda telah menyelamatkan Jepang dari invasi Mongol tahun 1281. Namun, sejak Perang Dunia II, istilah ini makin meluas penggunaannya untuk makna serangan bunuh diri. Nah, tahukah kisah nyata dibalik penyebutan "kamikaze" ini? Berikut ini merupakan sejarah Perang Dunia II dari kamikaze.

***

Saat tentara AS di bawah pimpinan Jenderal Douglas McArthur melancarkan serangan balasan terhadap tentara Jepang, yang memakai "taktik lompatan katak" (frog jumping), prioritas utama adalah merebut Filipina. Tanpa diduga rencana serbuan balasan itu ternyata menginspirasi Jepang untuk membentuk pilot-pilot berani mati, "Kamikaze".

[Kisah Nyata] Serangan Udara Jepang yang Mengawali Taktik "Kamikaze"

Sebelum jatuh ke tangan Jepang pada bulan November 1941, McArthur dan pasukannya bermarkas di Filipina. Tapi begitu Filipina jatuh ke tangan pasukan Jepang, McArthur yang merasa sangat terpukul kemudian melarikan diri ke Australia untuk menyusun pasukan guna melancarkan serangan balasan. Setelah semua kekuatan tempur tersedia, McArthur pun siap mengambil alih lagi Filipina dari tangan pasukan Jepang sekaligus memenuhi janjinya yang tersohor sebelum meninggalkan Philipina, I shall return (Saya akan kembali).

Untuk menyerbu Filipina, pasukan McArthur harus terlebih dahulu melumpuhkan kekuatan tempur pasukan Jepang yang berpangkalan di Biak, Papua. Sebagai pangkalan militer Jepang untuk mempertahankan kawasan Asia Pasifik, kekuatan tempur Jepang di Biak terdiri dari sejumlah kapal perang, pesawat-pesawat tempur di tiga airstrip, dan lebih dari 11.000 personel pasukan yang terwadahi dalam satuan 2nd Area Army dan 7th Air Division. Pasukan Jepang di Papua berada di bawah komando Southern Area Army, Jenderal Juichi Terauchi, yang bermarkas di Jeffman, Sorong. Sebagai pasukan tempur yang bertarung demi membela kehormatan Kaisar Jepang, seluruh pasukan Jepang diperintahkan bertempur hingga mati.

Bombardemen

Kekuatan tempur Jepang di Biak perlu dilumpuhkan dan dikuasai terlebih dahulu oleh pasukan Sekutu, karena sebagai pulau yang paling terdekat dengan Filipina, pesawat-pesawat tempur Jepang yang berpangkalan di Biak akan menjadi ancaman serius. Selain itu, jika pangkalan Biak dapat dikuasai Sekutu , pangkalan militer yang berhasil direbut bisa digunakan untuk mendukung serbuan pasukan Sekutu merebut kembali Filipina. Tapi untuk merebut Biak bukan merupakan hal mudah bagi Sekutu. Selain didukung oleh pasukan tempur berani mati, kekuatan tempur pasukan Jepang di Biak juga dilindungi kekuatan tempur Jepang yang berada di Halmahera (Maluku) dan Papua Nugini.

Untuk melumpuhkan kekuatan tempur Jepang di Biak, Sekutu mengerahkan kapal-kapal perang dari Armada Ke-7 AS yang saat itu berpangkalan di Australia. Tugas kapal-kapal perang itu adalah berlayar hingga jarak 900 mil dari Biak dan kemudian melancarkan serangan bombardemen menggunakan meriam-meriam kapal perang. Tugas membumihanguskan pangkalan militer Jepang di Biak berlangsung sekitar satu bulan dan puluhan kapal-kapal perang Sekutu yang sedang melancarkan gempuran dilindungi oleh pesawat-pesawat tempur P-47 Thunderbolt yang terbang dari Australia.

Salah satu kapal perang AS yang dikerahkan untuk membumihanguskan Biak adalah kapal perang antikapal selam, submarine chaser 699 (SC-699). Sebagai kapal perang SC-699 merupakan kapal yang ringkih karena bahan-bahan untuk membuatnya berasal dari kayu. Sebanyak 580 unit kapal antikapal selam sejenis dibangun oleh AL AS dan mulai turun ke medan tempur PD II sejak 1942. Dengan panjang badan 110 kaki dan lebar 17 kaki, SC-699 juga dikenal sebagai kapal yang tipis dan diawaki oleh 27 pelaut. Senjata yang dimiliki oleh kapal perang antikapal selam itu antara lain meriam kaliber 40mm, senapan mesin kembar kaliber .50, sejumlah bom laut dalam, dan roket Mk 20 Moustrap. Sesuai rencana gempuran ke Biak oleh Sekutu menggunakan kapal perang dimulai pada pukul 06.00 tanggal 25 Mei 1944.

Untuk menghadapi gempuran Sekutu, Jepang semula akan mengerahkan kapal-kapal perang yang berpangkalan di Halmahera. Tapi pengerahan kapal-kapal perang yang akan dilakukan pada 26 Mei itu ditunda dan semua kapal perang hanya diperintahkan siaga. Jepang memilih membalas serangan Sekutu ke Biak menggunakan sejumlah pesawat tempur yang berpangkalan di Sorong dan Papua Nugini.

Pesawat tempur Jepang yang dikerahkan dari Sorong terdiri dari dua Mitsubishi A6M Zero dan tujuh Nakajima Ki-43 Oscar di bawah komando Vice Admiral Yoshiaki Itoh yang juga komandan 23rd Air Flotila. Sementara pesawat-pesawat tempur yang dikerahkan dari Papua Nugini terdiri dari empat Kawasaki Ki-45 yang bertugas melakukan pengawalan sejak penerbangan dari Sorong. Keempat pesawat Ki-45 itu berasal dari 5th Hiko Sentai (Air Regiment) di bawah komandan Mayor Katsushige Takada. Untuk menambah daya pukul, Mayor Takada juga mengajak rekannya yang dikenal jago terbang, Kapten Yasuhide Baba.

Pada 27 Mei pukul 06.30, kapal-kapal perang Sekutu, khususnya kapal penjelajah dan perusak, mulai melancarkan bombardemen ke arah Biak. Sedangkan kapal SC-699 yang berada sekitar 2.000 yard dari kapal-kapal perang tersebut bertugas melaksanakan patroli pantai, khususnya menghadang kapal-kapal selam Jepang yang dikhawatirkan akan mendekat.

Sekitar pukul 14.00 siang, pesawat-pesawat tempur Jepang yang telah berkumpul di pangakalan udara Jeffman, Sorong dan dipimpin oleh Mayor Takada, mulai memanaskan mesin dan siap melancarkan serangan balasan. Tapi serangan udara untuk menghantam kapal-kapal perang Sekutu di Biak ternyata tidak berjalan sesuai rencana. Pesawat jenis Zero dan Nakajima tidak cocok lagi untuk menggempur kapal-kapal perang dan yang bisa digunakan hanya Kawasaki. Memasuki tahun 1944 Jepang memang sudah kekurangan pesawat dan pilot. Takada lalu memerintahkan empat pesawat Kawasaki melancarkan serangan ke kapal-kapal perang Sekutu di pantai Biak. Setelah melaksanakan missi serangan udara, semua pesawat sudah harus kembali ke Sorong sebelum matahari terbenam. Serangan udara itu dipimpin langsung oleh Mayor Takada sendiri.

Serangan Udara

Empat pesawat Kawasaki satu persatu terbang dari pangkalan udara Jepang, Sorong, dan setelah melintasi Pulau Numfor, keempat Kawasaki sempat memergoki sejumlah P-47 Thunderbolt yang sedang terbang patroli. Keempat Kawasaki segera menyelinap di balik awan dan lolos dari pengamatan para penerbang P-47. Ketika terbang di atas Selat Yapen, Biak keempat Kawasaki melihat 14 kapal perang Sekutu sedang sibuk membombardir pangkalan militer Jepang di Biak. (A Winardi)