Pada 7 November, mengutip dari Antara, Budi Santoso selaku Dirut PTDI mengungkapkan jika militer Indonesia mau mengadakan pembelian pesawat tempur dari luar negeri, maka akan ada syarat khususnya. “Jika mau menjual pesawat ke Indonesia, maka jangan menjual unitnya saja,” ujarnya, di Jakarta, “Rakitnya juga harus di Indonesia juga.”
India merupakan negara Asia yang sanggup menekan pabrikan. Dengan demikian komponen serta perakitannya dilakukan oleh mereka sendiri. Seperti diketahui, negeri Taj Mahal berada itu pernah membeli 178 unit Dassault Rafale dari perusahaan Dassault Aviation asal Perancis. Mereka bahkan cuma mengimpor 28 pesawat utuh dan sisanya dirakit di India. Namun di balik itu, tradisi manufaktur produk teknologi tinggi dan tradisi kedirgantaraan India sudah berjalan lama secara berkesinambungan dan diakui dunia. India juga memiliki pabrikan-pabrikan pesawat terbang dan komponen pesawat terbang di negaranya.
Menurut Santoso, dengan proses perakitan di Indonesia maka peluang mempelajari teknologi pesawat dapat dilakukan secara baik, sehingga mampu mematangkan kemandirian pertahanan Indonesia. Juga untuk memudahkan perawatan dan pemeliharaan pesawat tempur itu. "Pokoknya buat pabrik perakitannya di Indonesia, di manapun silahkan. Tidak harus di PT DI," kata Santoso, menjelaskan.
Indonesia tengah menentukan calon pengganti F-5E/F Tiger II dari Skuadron Udara 14 TNI AU, yang telah hadir sejak dasawarsa '80-an. Sejauh ini, tiga besar calon pengganti telah masuk daftar untuk di-"peras" lagi menjadi hanya satu kandidat. Ketiga pesawat tempur itu adalah Sukhoi Su-35 Flanker (Rusia/Rosoboronexport), JAS-39 Gripen (SAAB/Swedia), dan F-16 Block 52+ Fighting Falcon (General Dynamics/Amerika Serikat).
Sebelumnya, McDonnel-Douglas F-18 Hornet (Amerika Serikat) dan Dassault Rafale (Dassault Aviation/Prancis) juga masuk dalam daftar awal itu. Belakangan, Eurofighter Typhoon dari konsorsium Eurofighter (Jerman, Italia, Inggris, dan Spanyol), mencoba peruntungan menjadi pengganti F-5E/F Tiger II itu. Tim pemasaran dan teknis didatangkan secara khusus ke Jakarta sebagai bagian Eurofighter dalam kesertaannya di Indo Defence 2014.
India merupakan negara Asia yang sanggup menekan pabrikan. Dengan demikian komponen serta perakitannya dilakukan oleh mereka sendiri. Seperti diketahui, negeri Taj Mahal berada itu pernah membeli 178 unit Dassault Rafale dari perusahaan Dassault Aviation asal Perancis. Mereka bahkan cuma mengimpor 28 pesawat utuh dan sisanya dirakit di India. Namun di balik itu, tradisi manufaktur produk teknologi tinggi dan tradisi kedirgantaraan India sudah berjalan lama secara berkesinambungan dan diakui dunia. India juga memiliki pabrikan-pabrikan pesawat terbang dan komponen pesawat terbang di negaranya.
Menurut Santoso, dengan proses perakitan di Indonesia maka peluang mempelajari teknologi pesawat dapat dilakukan secara baik, sehingga mampu mematangkan kemandirian pertahanan Indonesia. Juga untuk memudahkan perawatan dan pemeliharaan pesawat tempur itu. "Pokoknya buat pabrik perakitannya di Indonesia, di manapun silahkan. Tidak harus di PT DI," kata Santoso, menjelaskan.
Indonesia tengah menentukan calon pengganti F-5E/F Tiger II dari Skuadron Udara 14 TNI AU, yang telah hadir sejak dasawarsa '80-an. Sejauh ini, tiga besar calon pengganti telah masuk daftar untuk di-"peras" lagi menjadi hanya satu kandidat. Ketiga pesawat tempur itu adalah Sukhoi Su-35 Flanker (Rusia/Rosoboronexport), JAS-39 Gripen (SAAB/Swedia), dan F-16 Block 52+ Fighting Falcon (General Dynamics/Amerika Serikat).
Sebelumnya, McDonnel-Douglas F-18 Hornet (Amerika Serikat) dan Dassault Rafale (Dassault Aviation/Prancis) juga masuk dalam daftar awal itu. Belakangan, Eurofighter Typhoon dari konsorsium Eurofighter (Jerman, Italia, Inggris, dan Spanyol), mencoba peruntungan menjadi pengganti F-5E/F Tiger II itu. Tim pemasaran dan teknis didatangkan secara khusus ke Jakarta sebagai bagian Eurofighter dalam kesertaannya di Indo Defence 2014.