Hein ter Poorten, Pilot Militer Pertama di Angkasa Nusantara

Hein ter Poorten, Pilot Militer Pertama di Angkasa Nusantara
Pria kelahiran Bogor ini meretas semua ucapan miring mengenai penerbangan dan mencetak sejarah di dalamnya.

Nama Hein ter Poorten dikenal dalam buku pelajaran sejarah Indonesia sebagai Panglima KNIL (Koninklijke NederlandscheIndische Leger) saat Jepang menyerang Hindia Belanda. Tapi tidak banyak yang tahu bahwa ter Poorten adalah pilot militer pertama yang terbang di langit Nusantara.

Lahir di Buitenzorg (Bogor) pada 21 November 1887 sebagai putra dari pasangan Franciscus Hendricus ter Poorten dan Clasina Ambrosina Kater. Tidak ingin mengikuti jejak ayahnya yang bekerja sebagai kepala pelabuhan, ter Poorten memutuskan masuk militer dan dididik di Belanda.

Awalnya di sekolah kadet Alkmaar, berlanjut ke Akademi Militer Kerajaan Breda, dan lulus sebagai letnan dua artileri pada 25 Juli 1908. Pada tahun itu, Eropa sedang euforia dunia penerbangan. Demo terbang Flyer (Model A) di Perancis telah memacu baik industri atau perseorangan untuk berlomba-lomba membuat dan menerbangkan pesawat terbang.

Sayangnya pihak militer masih tidak terlalu yakin tentang masa depan pesawat terbang, khususnya masalah keamanan yang telah meminta banyak korban pada awal perkembangannya. Tidak berbeda dengan militer Belanda/Hindia Belanda, hanya sedikit petinggi militer yang mau mendukung teknologi baru ini.

Berbeda sikap perwira-perwiranya yang justru bersemangat termasuk ter Poorten. Balon menjadi “mata” bagi artileri, dan sebagai perwira artileri ter Poorten telah memiliki brevet balon, tapi pesawat terbang merupakan hal berbeda dan teramat menarik perhatiannya. Maraknya demonstrasi terbang —termasuk berubahnya pandangan pihak milter— memacu semangatnya untuk masuk sekolah pilot dan mendapatkan brevet penerbang.

Atasannya mendukung walaupun dia terpaksa mengeluarkan uang sendiri untuk belajar karena KNIL tidak memiliki anggaran pada waktu itu. Salah satu sekolah pilot berkualitas, dan mahal, adalah sekolah pilot Bleriot. Lulus dari sana akan mendapatkan brevet prestise Aero Club de France (cikal bakal FAI/Fédération Aéronautique Internationale) dan pilot-pilot ini dibayar tinggi oleh pabrik pesawat untuk menerbangkan pesawat buatannya atau mendemonstrasikan terbang saat pameran kedirgantaraan.

Nama-nama seperti J.F. van Riemsdijk, Clëment van Maasdijk, dan Gijs Küller adalah pilot terkenal asal Belanda lulusan sekolah pilot Bleriot. Yang terakhir bahkan pernah mendemonstrasikan kemampuan terbangnya di Hindia Belanda pada Maret 1911.

Pilot militer pertama
Karena uang terbatas, ter Poorten memilih sekolah pilot Aviator di Antwerpen, Belgia. Harga memang berbanding lurus dengan kualitas. Berbeda dengan sekolah pilot Bleriot yang punya puluhan pesawat dan instruktur berpengalaman, Aviator hanya punya dua unit Farman Biplane, instrukturnya bahkan baru saja meraih brevet seminggu sebelumnya.

Salah satu pesawat itu akhirnya jatuh saat dikemudikan instruktur yang juga ikut tewas. Satu pesawat yang tersisa juga jatuh tak beberapa lama yang menewaskan salah satu siswanya. Aviator bangkrut tapi untungnya, pabrik pesawat Leon de Broucker mengambil alih sehingga pendidikan bisa diteruskan.

Letnan Satu ter Poorten akhirnya mendapat brevet yang diidam-idamkannya pada 30 Agustus 1911 dan menjadikannya sebagai pilot militer Belanda/Hindia Belanda yang pertama. Sebagai pembuktian, pada September 1911 dengan meminjam salah satu pesawat de Broucker Biplane, ter Poorten terbang selama satu setengah jam dari Belgia menuju Lapangan Terbang Pettelaar untuk ikut serta dalam pameran kedirgantaraan militer Belanda.

Keikutsertaanya dalam demonstrasi terbang ini dan prestasi sebagai pilot militer Belanda/Hindia Belanda yang pertama, membuat dirinya dianugrahi penghargaan Order of Orange-Nassau with Sword oleh Kerajaan Belanda.

Situasi Hindia Belanda ketika kepulangan ter Poorten masih diliputi suasana pesimis. Ini dikarenakan banyaknya informasi simpang siur seperti pendapat Kouzminsky yang gagal terbang dengan Bleriot XI di Batavia, menyatakan bahwa kegagalannya disebabkan kondisi tropis dan atmosfernya yang tidak cocok buat penerbangan.

Pendapat tersebut tidak ditelan mentah-mentah dan menganggap kegagalan itu lebih karena ketidakmampuannya. Tapi pendapat bahwa kelembaban tropis mempengaruhi daya tahan konstruksi kayu pada pesawat itu benar adanya. Oleh karena itu, tiga unit Deperdussin yang baru saja sampai, masih dalam peti kemas, dikirim kembali kepada de Broucker untuk menganti konstruksi kayu dengan baja.

Sayangnya proses modifikasi itu bersamaan dengan pecahnya Perang Dunia I sehingga terkatung-katung dan bahkan tak ada kabar sama sekali. Padahal lewat Surat Keputusan No. 39 telah terbentuk Bagian Terbang Percobaan KNIL/Proefvliegafdeling-KNIL (PVA-KNIL) pada 30 Mei 1914. Sebuah organisasi penerbangan militer tapi tak memiliki satu pun pesawat terbang!

PVA-KNIL berinisiatif membeli pesawat baru, tapi Eropa sedang sibuk demi kebutuhan perang. Satu-satunya alternatif adalah membeli dari AS. Komite PVA-KNIL yang terdiri atas Kapten Visscher dan Letnan ter Poorten berangkat ke San Fransisco pada akhir Januari 1915.

Selama tiga bulan berkeliling AS, mereka memutuskan pada tahap pertama membeli dua unit pesawat  tipe (Glenn) Martin TA Hydroplane. Pemilihan pesawat air ini sengaja dilakukan karena bisa dioperasikan tanpa perlu membangun lapangan terbang yang dinilai mahal, merepotkan, dan memakan waktu.

Selama di AS, ter Poorten terus berlatih terbang bahkan sempat memecahkan rekor lama terbang selama 3 jam 25 menit dari Los Angeles menuju San Diego. Ketika ter Poorten sibuk berlatih di AS, di Hindia Belanda, teknisi PVA-KNIL sibuk mempersiapkan bengkel di Tanjung Priok, Batavia.

Pada 18 Oktober 1915, komite tiba di Pelabuhan Tanjung Priok bersama dengan perwakilan dan mekanik Glenn Martin. Kedua pesawat dirakit selama tiga minggu dan pada 6 November 1915, ter Poorten berhasil melakukan penerbangan selama setengah jam dengan membawa penumpang yaitu mekanik Glenn Martin bernama Stevens. Penerbangan ini tercatat sebagai yang pertama di Hindia Belanda yang dilakukan oleh pihak militer.

Tulisan selengkapnya dapat dibaca di Majalah Angkasa edisi Desember 2012.
(Sudiro Sumbodo. Sumber: angkasa.co.id)

Pesawat Tempur Boeing 737 Surveillance Pengintai Terpercaya TNI AU

Pesawat Tempur Boeing 737 Surveillance Pengintai Terpercaya TNI AU
Apabila dilihat dari tampilannya, pesawat jet Boeing 737 Surveillance tidak jauh berbeda dengan pesawat komersial biasa. Namun, jika melihat kemampuannya sangatlah luar biasa. Pesawat tempur kepunyaan TNI AU ini bisa mengamati perairan Indonesia seluas 8,5 juta km persegi dari atas. Dengan kemampuannya itu, tidak mengherankan jika tiga pesawat tempur Indonesia (Boeing 737 Maritime Patrol) yang berbasis di Skadron Udara 5 Pangkalan Udara (Lanud) Hassanuddin, Makassar, ini melakukan pengamatan udara dan air untuk wilayah perairan Indonesia. Ketiganya, secara berganti-gantian mengamati secara sistematik ruang udara, permukaan daratan, maupun perairan, lokasi, atau tempat, sekelompok manusia atau obyek-obyek lain, baik secara visual, aural, fotografis, elektronis, maupun dengan cara lain.

“Tugas kami hanya mendeteksi. Hasil deteksi yang diperoleh disampaikan ke komando atas, yang akan menentukan tindakan selanjutnya. Bila perlu hasil deteksi itu dikoordinasikan dengan TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Darat, Kepolisian RI, atau instansi terkait,” demikian Kapten (Pnb) Sumanto, Komandan Flight Operasi Skadron 5 mengungkapkan. Peran pengamatan udara itu penting bagi Indonesia untuk dapat dimanfaatkan mencegah pengambilan ikan secara ilegal oleh nelayan asing, dan untuk menggagalkan penyelundupan kayu, serta minyak yang sampai sekarang masih marak di perairan Indonesia. Skadron 5 yang berpangkalan di Lanud Hasanuddin, Makassar, menerima tiga Boeing B737-200 2X9 Surveiller untuk menggantikan Grumman UF-1 Albatross. Pesawat berjuluk "Camar Emas" ini diberi registrasi AI-7301, AI-7302, dan AI-7303. Pengiriman pesawat yang dipesan April 1981 ini dilakukan secara maraton mulai dari 20 Mei 1982, 30 Juni 1983, dan 3 Oktober 1983. Dengan bantuan kekuatan tiga pesawat militer Indonesia ini, diharapkan wilayah Indonesia bisa diamankan - sepertiga wilayah Indonesia.

Dari segi performa, Camar Emas tidak kalah garang dengan pesawat tempur pengintai yang sudah lebih dulu terkenal seperti E-8-J-STARS (Joint Surveillance and Target Attack Radar System), E-3 Sentry AWACS, Bariev A-50 Mainstay AWACS, DC-8-72F SARIGUE NG, P-3C Orion atau radar terbang masa datang Australia B737-700 Wedgetail versi New Generation B737 yang dikonversi untuk kepentingan intelijen. Tidak percaya? Intip saja alat pengendus yang diusung. Di moncong hidungnya ada radar double agent AN/APS-504 (V)5. Selain berfungsi konvensional, radar ini bisa diset mendeteksi sasaran di permukaan atau di udara. Jarak pindainya luar biasa, 256 Nm (Nano Meter). Navigasi dan komunikasinya juga kompak. Saat ini B-737 dilengkapi sistem navigasi INS LTN-72R terintegrasi dengan GPS. Karena memainkan peran penting dalam air intelligence, komunikasi tidak saja masuk kategori wajib, tapi juga harus mempunyai tingkat aksesbilitas tinggi. Untuk B-737, saluran telepon bisa terhubung langsung dengan komando pusat. Tampilan instrumen yang menawan (pilot color high resolution display), makin mempercanggih suasa kokpit.

Senjata Buatan Indonesia: Peluncur Roket NDL-40

Peluncur roket NDL-40 (LAU 97) merupakan senjata buatan Indonesia yang dapat digunakan untuk meluncurkan roket di medan perang hasil produksi PT DI (Dirgantara Indonesia). Senjata Indonesia memakai roket berdiameter 70 mm (2,75 inchi) sebagai pelurunya - roket sistem multi luncur FFAR 2,75, yang juga dibesut PT DI.

Alutsista Indonesia ini juga sanggup meluncurkan roket sebanyak 40 roket langsung dari tabung secara berkesinambungan dalam rentang 0,1 - 9,9 detik untuk setiap roketnya. Ditilik dari kemampuannya, NDL-40 bisa menghancurkan sebuah kawasan seluas 200 x 300 m dalam sekejap mata. Walaupun, daya jangkau senjata ini hanya berjarak 6 km saja, namun dengan roket khusus daya jangkaunya bisa ditingkatkan jadi 8 km.

Peluncur roket ini bisa dikembangkan menjadi Grad 70 untuk senjata TNI (Tentara Nasional Indonesia). Di mana, peluncur ini diletakkan di atas truk, di rentang sayap helikopter NAS 332 Super Puma PT DI, juga dipasang roket launcher NDL-40 untuk versi helikopternya. Juga memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi Surface to Air Missile TNI AD dan AIM 114 Hellfire NAS 332 TNI AU.

Berikut spesifikasi NDL-40:

Kemampuan:


360 derajat azimuth dan -3 sampai +65 derajat elevasi kemampuan tembak
Back loading dan modular loading system
High mobility dan programmable firing control system
Sistem lihat berjarak hingga lebih dari 6,500 mil
Operasi dan perawatan yang sederhana dan mudah
Fleksibilitas tinggi, penggunaan ground-to-ground atau surface-to-ground

Berat:

Sistem Bidik 4,5 kg
Sistem Peluncur 740 kg
Sistem Kontrol Penembakan Individual 10 kg
Komando Sistem Kontrol Penembakan 2 kg

Ketahanan Peluncur:

Tabung 400 penembakan
Detainer 4000 penembakan
Contactor 4000 penembakan

Sistem Peluncur:

Panjang 3595 mm
Lebar 1995 mm
Tinggi 1600 mm
Panjang Tabung Peluncur 1806 mm

Sistem Pencahayaan:

Panjang 195 mm
Lebar 145 mm
Tinggi 200 mm

Sistem Kontrol Penembakan Individual:

Panjang 265 mm
Lebar 140 mm
Tinggi 150 mm

Sejarah Indonesia: Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Elite Pengawal Presiden Soekarno

Sejarah Indonesia: Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Elite Pengawal Presiden Soekarno
Tahukah kamu untuk apa Tjakrabirawa diadakan?
Setialah kepada tugasmu!
Aku melimpahkan kepercayaan penuh kepadamu!

Presiden/Panglima Tertinggimu

Soekarno
Jakarta 5 Oktober 1962


Demikian pesan Presiden Soekarno kepada segenap anggota Resimen Tjakrabirawa. Pasukan elite yang baru dibentuk 6 Juni 1962. Tepat di hari ulang tahun Bung Karno ke-61. Tjakrabirawa dibentuk khusus untuk mengawal keselamatan Soekarno dan keluarganya. Personelnya dipilih dari pasukan terbaik empat angkatan. Angkatan Darat mengirimkan Batalyon Banteng Raiders, Angkatan Laut mengirim Korps Komando Operasi (KKO), Angkatan Udara mengirim Pasukan Gerak Tjepat (PGT), dan Polisi mengirim Resimen Pelopor.

Seluruh anggotanya wajib punya kemampuan terjun payung dan pernah memiliki pengalaman perang gerilya. Soekarno sendiri yang memilih nama Tjakrabirawa, dari senjata sakti milik Batara Kresna. Semboyannya 'Dirgayu Satyawira' berarti pasukan setia berumur panjang. Soekarno juga yang mendesain baju dan perlengkapan pasukan pengawalnya.

Berdasarkan data dari sejarah Indonesia, pembentukan Tjakrabirawa dianggap perlu oleh Menteri Pertahanan kala itu, yakni Jenderal Nasution. Sebabnya, sudah terjadi tiga kali percobaan pembunuhan pada Presiden Soekarno terus terjadi. Mulai dari serangan pesawat oleh Daniel Maukar, penggranatan di Makassar dan Cikini, hingga penembakan saat Salat Idul Adha di istana.

Awalnya Soekarno menolak. Dia merasa pengawalan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang berkekuatan belasan polisi istimewa ini sudah cukup. Namun para pimpinan tentara berhasil mendesak Soekarno untuk membentuk sebuah pasukan elite pengawal presiden.

"Pada hari kelahiranku di tahun 1962, dibentuklah pasukan Tjakrabirawa. Satu pasukan khusus dengan kekuatan 3.000 orang yang berasal dari keempat angkatan bersenjata. Tugas pasukan Tjakrabirawa adalah melindungi presiden," kata Soekarno dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams.

Menurut Soekarno, tugas Tjakrabirawa tak cuma mengawal. Ada juga yang menyediakan grup band dan menghibur dirinya. Mereka juga bertugas mencicipi makanan sebelum disantap oleh Soekarno. Diakuinya juga, Tjakrabirawa menjaganya rapat. Mereka selalu mengamankan gerak-gerik Soekarno. Awalnya Soekarno merasa kagok juga, tapi dia lalu terbiasa. "Satu-satunya yang yang tidak dapat dijaga oleh Tjakrabirawa adalah kesehatanku. Aku punya satu ginjal yang membatu," canda Soekarno .

Ajudan senior presiden, Kolonel Sabur menjadi komandan pertama Resimen Tjakrabirawa. Pangkatnya dinaikkan menjadi brigadir jenderal. Sementara Kolonel Maulwi Saelan menjadi wakilnya. Wakil Komandan Tjakrabirawa Kolonel (Purn) Maulwi Saelan yang kami temui menjelaskan Soekarno sangat dekat dengan para pengawalnya. Soekarno hapal dengan anggota Tjakrabirawa yang biasa bertugas di sampingnya.

"Bung Karno itu sangat egaliter. Saya pernah berdebat dengannya, sampai mukanya merah padam karena marah. Beliau lalu masuk kamar. Beberapa saat kemudian beliau panggil saya. Saya tegang, wah mau dipecat saya, pikir saya. Ternyata Bung Karno bilang, Saelan, kamu yang benar. Luar biasa beliau mau mengakui dirinya salah, padahal berdebat dengan bawahan," puji Saelan.

Sayang, tak seperti harapan Soekarno, Tjakrabirawa tak berumur panjang. Sebagian kecil pasukan elite ini terlibat drama sejarah Indonesia kelam penculikan para jenderal dalam peristiwa G30S. Tak semua terlibat, hanya sekitar 60 orang di bawah pimpinan Letkol Untung yang mengikuti aksi itu. Namun semua terkena imbasnya.

Umur resimen Tjakrabirawa hanya seumur jagung. Dibubarkan jenderal Soeharto di senjakala kekuasaan Soekarno yang makin meredup. Seperti kata pepatah, karena nila setitik hancur susu sebelanga. Usai pembubaran Tjakrabirawa, arah dan kisah sejarah Indonesia memulai babak baru. Mulai dari pembantaian para pelaku penculikan hingga orang-orang yang dianggap komunis. Babak baru sejarah Indonesia yang harus melalui stempel Orde Baru.

Sumber: Merdeka

Biografi Pahlawan Nasional: Cut Nyak Dien Sang “Ratu Aceh”

Mendekati kekalahannya, Cut Nyak Dien terpojok! Namun, pejuang wanita yang masih ada keturunan Sultan Aceh ini menolak menyerah!

Ringkasan Biografi Cut Nyak Dien

Foto pahlawan nasional dalam biografi pahlawan nasional Cut Nyak Dien
Wikipedia.
Salah seorang tokoh pahlawan nasional kali ini, yang hendak saya ulas adalah sang “Ratu Aceh”. Siapa dia? Tak lain tak bukan adalah Cut Nyak Dien.

Ya, Cut Nyak Dien yang juga seorang pejuang asal Aceh ini lahir sekira tahun 1848 dari keluarga bangsawan Aceh. Menurut catatan sejarah Indonesia, Cut Nyak Dien masih memiliki garis keturunan langsung dari Sultan Aceh dari garis ayahnya. Di usianya yang masih belia, yakni 14 tahun, Cut Nyak Dien dinikahkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga. Dari pernikahan ini lahir seorang anak laki-laki.

Ketika Perang Aceh meletus tahun 1873, Cut Nyak Dien berada di garis depan pertempuran melakukan perlawanan terhadap Belanda yang memiliki alutsista lebih lengkap dan modern. Namun, itu tak berarti, Cut Nyak Dien bisa ditaklukkan dengan mudah. Dalam masa periodenya, Belanda membutuhkan waktu selama bertahun-tahun untuk “menekannya” sampai dia dan anak buahnya memutuskan mengungsi ke daerah di Aceh yang lebih terpencil.

Suami pertama Cut Nyak Dien, Teuku Ibrahim Lamnga, gugur saat pecah perang di Sela Glee Tarun. Di sinilah, muncul tokoh pahlawan nasional lainnya, yakni Teuku Umar, yang kelak menjadi suami kedua bagi Cut Nyak Dien sekaligus rekan seperjuangan.

Bersama-sama, keduanya membangun kembali kekuatan untuk “menghajar” markas Belanda di sejumlah titik penting. Namun, duka kembali merundung Cut Nyak Dien. Pada 11 Februari 1899, kembali dia harus kehilangan orang yang disayanginya saat Teuku Umar gugur di medan perang. Kekuatan militer pasukan Cut Nyak Dien pun melemah. Mereka hanya bisa menghindar dari tekanan Belanda yang terus mengejar.

Tak hanya pasukan yang melemah, rupanya kondisi fisik dan psikis Cut Nyak Dien pun turut drop. Walaupun, tetap saja dia dan pasukannya melakukan pertempuran demi pertempuran. Melihat situasi yang genting, Pang Laot Ali sang panglima perang berdiskusi dengan Cut Nyak Dien mengenai penyerahan dirinya kepada Belanda. Tujuannya supaya Belanda tak mengganggu rakyat Aceh lagi. Namun, Cut Nyak Dien marah. Dia memerintahkan untuk terus bertempur sampai akhir.

Karena kekuatan militer pasukan Cut Nyak Dien melemah, pihak Belanda dengan mudah menangkapnya. Namun tidak dibunuh. Hal ini demi menghindari konflik yang lebih luas akibat pengaruh Cut Nyak Dien yang cukup kuat terhadap rakyat Aceh. Karena itu, pihak Belanda mengasingkannya ke Jawa Barat, tepatnya ke Sumedang. Di sinilah Cut Nyak Dien berada, hingga akhir hayatnya mengajar agama Islam. Tak ada masyarakat sekitar yang mengetahui siapa dia sebenarnya.

Pada 6 November 1908, ketika pergerakan nasional Indonesia dimulai, Cut Nyak Dien menghembuskan napas pungkasan di tempat pembuangannya. Hingga tahun 1960-an, tak ada yang mengetahui secara pasti di mana makam Cut Nyak Dien berada. Baru setelah Pemda Aceh dengan sengaja melakukan penelusuran makamnya pun ditemukan.

Perjuangan Cut Nyak Dien yang pantang menyerah membuat seorang penulis Belanda, Ny Szekly Lulof, terinsiprasi sekaligus kagum. Dia pun lantas menjuluki Cut Nyak Dien sebagai "Ratu Aceh". Demikianlah, ringkasan biografi pahlawan nasional: Cut Nyak Dien. Semoga memberi manfaat!

Diadaptasi dari Angkasa

Penyempurnaan Strategi Militer Indonesia Harus Diseriusi Tentara Nasional Indonesia

Pada 30 September 2013, Jenderal Moeldoko selaku Panglima Tentara Nasional Indonesia menegaskan bahwa anggota TNI tak boleh “main-main” di wilayah inkonsistensi demi menyempurnakan strategi militer Indonesia dan membangun interoperabilitas Trimatra terpadu. Dalam pandangan Jenderal Moeldoko, interoperabilitas merupakan salah satu faktor penentu yang bisa membentuk TNI secara profesional, militan, serta solid.

Penyempurnaan Strategi Militer Indonesia Harus Diseriusi Tentara Nasional Indonesia
Sebagaimana disampaikan Jenderal Moeldoko dalam amanatnya ketika memimpin serah terima jabatan (sertijab) tiga pejabat di Mabes TNI. "Untuk itu, fungsi dan tugas perencanaan menempati peran yang sangat penting dalam proses pembangunan, pengembangan dan gelar kekuatan TNI dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan."

Dalam penjelasan lebih lanjut, Jenderal Moeldoko mengatakan jika saat ini Tentara Nasional Indonesia dihadapkan pada rencana kompartementasi wilayah pertahanan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Wilayah pertahanan ini terbagi dalam tiga komando wilayah gabungan. Di mana, dalam operasionalisasinya memakai dua pendekatan.

Pertama, pendekatan unilateral, yang mengedepankan konsep Trimatra terpadu dengan penguatan interoperability base capacity di setiap matra – baik darat, laut, maupun udara. Pendekatan ini dikembangkan pada konsep kerja sama sipil dan militer joint civil-military operation bagi kepentingan tugas OMSP menjaga kepentingan nasional, termasuk menghadapi ancaman bencana alam.

Kedua, pendekatan multilateral, dengan menempatkan kawasan sebagai bagian dari strategi militer Indonesia dalam rangka menjaga dan mencapai kepentingan Indonesia, serta bagi kepentingan negara-negara tetangga. Perencanaan tersebut juga menyangkut pentingnya interoperabilitas komunikasi elektronik, yang menjadi fungsi dan tugas Satkomlek.

"Interoperabilitas Komlek TNI memiliki dua peran sekaligus, baik pada tataran strategis maupun operasional dan taktis, yang merupakan salah satu faktor penentu suksesnya setiap pelaksanaan tugas TNI," demikian Panglima menjelaskan.

Namun, di lain sisi, pengembangan serta penyempurnaan pembinaan kapasitas sumber daya manusia, sinkronisasi doktrin, strategi militer Indonesia, taktik dan prosedur, mesti terus dikaji secara cermat di Pusjiantra Tentara Nasional Indonesia. Sehingga, tercipta konsep interoperabilitas Trimatra terpadu, sebagai sebuah kekuatan yang utuh.

Diadaptasi dari BeritaSatu