Ada sebuah kisah yang cukup menarik dari anggota Kopassus Indonesia yang bertugas menjaga KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Port Moresby. Cerita ini termuat di dalam buku Kopassus untuk Indonesia karya Iwan Santosa dan EA Natanegara yang terbitan R&W.
Diketahui jika keadaan di Port Moresby begitu mencekam. Di mana, kriminalitas sangat tinggi di sana. Terlebih masyarakat di sana punya hobi mabuk-mabukan. Karena itu, atas pertimbangan hal tersebut, pada 1993, pemerintah Indonesia mengirimkan personel Kopassus untuk menjaga KBRI dan wisma KBRI.
Tadinya sebelum ada Kopassus, tidak ada yang berani mengingatkan staf lokal KBRI yang notabene adalah orang-orang lokal Papua Nugini. Satu kali pernah terjadi sewaktu ditegur, seorang staf lokal justru memanggil teman-temannya dan mengeroyok orang yang menegurnya itu.
Adalah Serka Margono, seorang personel Kopassus TNI AD yang sempat bertugas di sana sekurun 1993-1994. Dia bercerita ada seorang staf lokal yang pernah coba-coba kurang ajar di hadapannya. Staf lokal itu datang ke KBRI dengan mata merah dan mulut berbau alkohol. Kemudian duduk begitu saja di bawah tiang bendera KBRI dengan mata nyalang menatapnya - seolah menantang Serka Margono. Serka Margono pun segera menegurnya.
"Saya tegur sekali, dua kali, dia tidak mau pergi. Saya mengambil air dan saya siram dia. Saya ajak berkelahi, dia tidak berani. Dia kemudian pergi ngeloyor sambil ngomel-ngomel," tukas Margono.
Keadaan Port Moresby memang rawan, sehingga para personel Kopassus ini diharuskan selalu siaga. Toko-toko di sana cuma buka sampai jam 6 sore. Setelah itu, rampok bakalan berkeliaran di jalanan yang sepi. "... Perusahaan-perusahaan yang mampu selalu menyewa tenaga petugas keamanan swasta," tutur Margono.
Diketahui jika keadaan di Port Moresby begitu mencekam. Di mana, kriminalitas sangat tinggi di sana. Terlebih masyarakat di sana punya hobi mabuk-mabukan. Karena itu, atas pertimbangan hal tersebut, pada 1993, pemerintah Indonesia mengirimkan personel Kopassus untuk menjaga KBRI dan wisma KBRI.
Tadinya sebelum ada Kopassus, tidak ada yang berani mengingatkan staf lokal KBRI yang notabene adalah orang-orang lokal Papua Nugini. Satu kali pernah terjadi sewaktu ditegur, seorang staf lokal justru memanggil teman-temannya dan mengeroyok orang yang menegurnya itu.
Adalah Serka Margono, seorang personel Kopassus TNI AD yang sempat bertugas di sana sekurun 1993-1994. Dia bercerita ada seorang staf lokal yang pernah coba-coba kurang ajar di hadapannya. Staf lokal itu datang ke KBRI dengan mata merah dan mulut berbau alkohol. Kemudian duduk begitu saja di bawah tiang bendera KBRI dengan mata nyalang menatapnya - seolah menantang Serka Margono. Serka Margono pun segera menegurnya.
"Saya tegur sekali, dua kali, dia tidak mau pergi. Saya mengambil air dan saya siram dia. Saya ajak berkelahi, dia tidak berani. Dia kemudian pergi ngeloyor sambil ngomel-ngomel," tukas Margono.
Keadaan Port Moresby memang rawan, sehingga para personel Kopassus ini diharuskan selalu siaga. Toko-toko di sana cuma buka sampai jam 6 sore. Setelah itu, rampok bakalan berkeliaran di jalanan yang sepi. "... Perusahaan-perusahaan yang mampu selalu menyewa tenaga petugas keamanan swasta," tutur Margono.